Oleh : Suiyatri Arif
Pemilu 2019 menjadi tonggak awal Jaelani masuk gelanggang politik. Tidak tanggung-tanggung, ia memilih tarung di arena yang lebih luas, DPR RI. Ia bersaing dengan politisi kawakan yang menyandang trah kekuasaan di Bumi Anoa. Ada istrinya gubernur, mantan bupati dua periode, plus anaknya bupati aktif.
Bagi sebagian orang, pilihan pria yang akrab disapa Bang Jay ini termasuk nekat. Terlebih, nama Jaelani masih asing di percaturan politik Sulawesi Tenggara.
Meski tak bisa mengamankan satu dari enam kursi DPR RI daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Tenggara, perolehan suaranya pada Pemilu 2019 tidak mengecewakan amat.
Partainya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) urutan ke-9 dengan perolehan 60.902 suara. Bang Jay sendiri berhasil menyumbangkan suara paling banyak di partainya, sebesar 27.299 suara.
Hasil Pemilu 2019 ini, jadi pelajaran bagi Bang Jay. Meski tidak jadi mewakili masyarakat Sultra di senayan, Bang Jay tetap turun di akar rumput, menyelami langsung kerumitan masyarakat. Tapak demi tapak, berbagai daerah terpencil ia kunjungi. Hingga wilayah Routa yang nir-akses.
Di beberapa daerah yang sulit dijamah tangan pemerintah itu, Bang Jay membawa modal semangat. Menyasar petani di desa-desa, membekali mereka sistem pertanian organik. Caranya ini semacam sinyalemen kepada mereka yang mencibir atas ketidakberuntungan di Pemilu 2019. Ia tidak tiarap, sebagaimana mereka yang kalah setelah kontestasi.
Eksistensi Bang Jay makin menguat ketika mayoritas pengurus PKB di 17 kabupaten kota secara aklamasi mendukungnya menjadi Ketua DPW PKB Sultra. Kepercayaan ini tidak disia-siakan. Ia menjahit kembali jejaringnya di pusat hingga tersambung ke pelosok desa-desa.
Gerakan politik Mari Menghadirkan Cinta yang dibangunnya seakan membuat putaran waktu begitu singkat. Pemilu 2024 nyatanya sudah dekat.
Keikutsertaannya di pemilu kedua ini, sudah pasti banyak yang ragu, sebagaimana kontestasi lima tahun sebelumnya. Tetapi, Jaelani bukan sosok yang mudah ciut. Waktunya membuktikan Mari Menghadirkan Cinta itu relevan dan sangat lekat dengan akar rumput.
Semut di Tengah Para Gajah
Posisi Bang Jay di Pemilu 2024, sama halnya dengan Pemilu 2019. Ia ibarat “semut bertarung dengan para gajah”.
Lawan-lawannya punya nama sekaligus finansial besar. Ada incumbent. Mantan bupati dua periode. Istri mantan Gubernur. Termasuk mantan Pangdam serta beberapa pengusaha kaya raya. Apakah Jaelani ciut? Dia masih tetap pada pendirian, melecut tanpa takut. Konsisten bertarung dengan keyakinan. Baginya, dalam politik tidak ada yang tidak mungkin. Dalam sejarah, tak ada klan besar yang tak bisa dikalahkan.
Benar saja, ia berhasil menuliskan tinta emas dalam sejarah perpolitikan di Sulawesi Tenggara. Membawa PKB meraih kursi DPR RI dapil Sultra untuk kali pertama sejak keikutsertaannya di Pemilu.
Berdasarkan rekapitulasi suara KPU, PKB mengamankan kursi terakhir DPR RI dapil Sultra. Di bawah Gerindra (233.478 suara), NasDem (207.276 suara), PDIP (175.830 suara), Demokrat (159.282 suara), Golkar (149.788 suara) dan PKB (147.175 suara).
Bahkan, Jaelani merupakan caleg paling produktif secara individu yang berhasil mengumpulkan 116.426 suara. Sebuah rekor yang mentereng bagi politisi muda dengan kesederhanaan yang dimilikinya.
Suara Jaelani ini juga memecahkan rekor perolehan suara caleg secara individu di Sultra pada Pemilu 2019 dipegang oleh politisi PAN Fachry Pahlevi Konggoasa dengan capaian 100.857 suara.
Bahkan pada Pemilu 2024 ini, Jaelani mengalahkan sejumlah politisi di Sulawesi Tenggara yang memiliki nama besar.
Misalnya, mantan Gubernur Sultra Ali Mazi yang pada Pemilu 2024 ini hanya memperoleh 68.099 suara. Begitu pula incumbent, Tina Nur Alam yang meraih 68.683 suara. Suara istri mantan Gubernur Sultra Nur Alam ini dibuang jauh oleh Jaelani.
Selain itu, Jaelani juga mengalahkan perolehan suara incumbent lainnya, Ridwan Bae yang juga mantan Bupati Muna dua periode dengan hanya mengumpulkan 84.440 suara.
Incumbent lainnya adalah Bahtra dari Partai Gerindra. Bahtra berhasil meraih suara terbanyak di Gerindra dengan 85.596 suara.
Incumbent selanjutnya adalah Hugua. Pada Pemilu 2024, Hugua yang maju lewat PDIP, hanya memperoleh 41.165 suara. Bahkan, mantan Bupati Wakatobi dua periode ini tidak lolos DPR RI setelah kalah selisih suara dari rival separtainya yang juga mantan Bupati Kolaka dua periode Ahmad Safei yang mengumpulkan 58.466 suara. Gabungan perolehan suara Hugua dan Safei pun dikalahkan Jaelani.
Sama halnya dengan incumbent dari Partai Demokrat, Rusda Mahmud. Pada Pemilu 2024, Rusda meraih 62.078 suara. Selain mantan kepala daerah, Jaelani juga bisa menyisihkan Ketua DPW PPP Sultra, Andi Sumangerukka. Andi merupakan mantan Pangdam Hasanuddin yang cukup terkenal dengan materi finansialnya.
Bukan Trah Kekuasaan
Meledaknya suara Jaelani menegaskan bahwa uang dan kekuasaan bukan jaminan untuk bisa meraih kesuksesan dalam kontestasi politik modern. Jelas, Bang Jay bukan berasal dari trah kekuasaan yang selama ini mewarnai peta perpolitikan di Bumi Anoa.
Jaelani hanyalah sosok politisi yang berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya yang pensiunan guru dan ibunya yang saban hari mengurus rumah tangga.
Tapi, kesederhanaan lingkungan keluarganya itu menjadi pelecut untuk bangkit. Di usia mudanya setelah kuliah, ia memilih buang diri di Jakarta. Rela mengikat perut demi mencapai impiannya. Menaklukan ibu kota.
Semangatnya yang pantang menyerah membawanya pada era saat ini. Menjadi tokoh politik yang kian diperhitungkan di belantika politik regional dan nasional. Apa yang telah dicapai Bang Jay telah mematahkan berbagai pandangan yang meremehkannya. Orang biasa seperti dia bisa apa?
Tapi begitu lah Bang Jay, tetap melapangkan hatinya seluas samudera. Keraguan adalah wajar adanya, tinggal cara menyikapinya. Memilih jatuh atau sebaliknya bangkit untuk membuktikannya.
Pencapaian Bang Jay ini, sekaligus menjadi pelajaran bagi generasi muda saat ini. Bahwa politisi berlatar belakang keluarga sederhana, nyatanya memiliki peluang yang sama dengan mereka yang kaya raya dan punya kuasa.
Termasuk kebanggaan bagi tanah kelahirannya, Pulau Muna. Jaelani ibarat oase di tengah krisis kaderisasi bumi Sowite yang memegang tampuk pimpinan partai politik di Sulawesi Tenggara. Ia membangunkan elit politik di kampungnya yang lama tertidur karena patronasi dan dogmatis bahwa : Mau belajar politik, datang di Muna.
Jaelani telah mengibarkan bendera sendiri. Bendera Mari Menghadirkan Cinta namanya. Ia paham tentang pentingnya regenerasi politik dengan afiliasi yang berbeda. Setidaknya, sumber daya tidak hanya dikelola oleh trah dan kelompok itu saja. Bendera yang levelnya lebih luas harus beragam agar sumber daya terdistribusi secara merata.
Semoga, Bang Jay tetap seperti yang kebanyakan orang kenal. Sederhana dan apa adanya. Selalu turun di bawah dan memperjuangkan kepentingan mereka yang papah. Tetap menebar Mari Menghadirkan Cinta.
Setiap orang punya masa, setiap masa punya orang. Begitu pula soal ujian dan amanah. Datang berdasarkan kadar, kesiapan dan kemampuan seseorang. Semakin tinggi pohon, semakin kencang angin menghembusnya.
Selamat kepada Bang Jay atas pelantikannya sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan Sulawesi Tenggara (Sultra). Semoga amanah.
Penulis adalah Pegiat Literasi Taman Baca Langit