ANOATIMES.COM, KENDARI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (18/8/2021) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait persoalan perusahaan tambang PT Riota Jaya Lestasi (RJL) yang beraktivitas di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut).
Dalam RDP tersebut hadir beberapa pihak antara lain dari Dinas Perhubungan Provinsi Sultra, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Syahbandar Kolaka, termasuk dari Polda Sultra.
“Ada beberapa hal yang kami merasa ada kejanggalan. Yang pertama masalah izin lingkungan dan Amdal perusahan tersebut, yang mana kami ketahui proses Amdal tersebut sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 17 tahun 2012, jelas keterlibatan masyarakat dalam rangka penyusunan Amdal. Hari ini kami tidak yakini bahwa dari perusahaan telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat,” ujar Sudirman, Anggota Komisi III dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sudirman berkeyakinan bahwa tidak mungkin ada riak-riak di masyarakat jika perusahaan telah melakukan sosialisasi terkait Amdal di area lingkar tambang.
“Tidak mungkin sosialisasi kemasyarakat setelah ada perusahaan ini membangun tersus terjadi riak di masyarakat. Ada demonstrasi di masyarakat melakukan penolakan, itu terkait masalah Amdal dalam rangka pembangunan tersus PT Riota ini,” imbuhnya.
Kedua, lanjut Sudirman, terkait masalah izin berlayar yang dikeluarkan oleh Syahbandar yang menyebut telah terjadi pengoperasian di bulan Maret padahal menurut pengakuan perusahaan izin baru keluar di bulan Juni.
“Pengakuan dari perusahaan izin yang keluar dari kementerian meskipun kami belum melihat tapi kami sudah lihat di website bahwa memang izin tersus telah ada. Itu menurut pengakuan dari PT Riota keluar bulan Juni akan tetapi aktifitas dari bulan Maret itu telah ada,” jelasnya.
Sudirman meminta ke depannya, Komisi III akan melakukan rapat kembali dengan Dinas Perhubungan terkait dengan legalitas dokumen dari PT RJL.
“Besok kami rapat kembali mungkin untuk dijelaskan dari Perhubungan dari Syahbandar kami minta dokumen terkait legalitas yang berangkat dari bulan Maret, April, dan Mei tersebut. Karena ada informasi bahwa perusahaan telah melakukan aktivitas pemuatan ore nikel sebanyak sepuluh kali padahal izin tersus belum keluar,” tambahnya.
“Menurut dari masyarakat yang melapor lebih dari 10 kali, kami juga tidak hitung namun yang jelas dari laporan masyarakat itu lebih dari 10 kali. Bahwasanya sebenarnya dibolehkan sebelum izin tersus itu keluar namun itu tapi hanya satu kali itupun modelnya hanya uji coba.
Sementara itu, terkait legalitas perizinan perusahaan ini, Direktur Operasional PT RJL, Gery mengatakan, segala dokumen perizinan telah dipenuhi oleh perusahaannya.
“Sekarangkan semua sudah diarahkan ke pemerintah pusat. Harusnya kan bukan kami pihak perusahaan yang membawa lagi dokumen. Harusnya mereka sendiri atau kementerian atau Dirjen Perhubungan Laut yang menembuskan ke dinas setempat atau dinas provinsi seperti itu,” ujar Gery.
Laporan : Rizky