OPINI: Tryas Munarsyah.
ANOATIMES.COM – Pemilu yang menjadi hegemoni kenegaraan bahkan daerah hingga saat ini, dalam beberapa waktu kedepan akan terlaksana. Terkhusus di Kabupaten Muna, Pemilu Bupati/Pilkada sebagai ajang memilih Kursi Kepemimpinan Daerah ini, kembali akan dilakasanakan sekira bulan November 2024 mendatang.
Para calon bupati pun dengan sigap mulai memasang taringnya kepartai juga masyarakat sebagai pintu masuk mereka dalam penjaringan calon oleh pelaksana pemilihan. Visi dan misi serta kontrak politik masif di paparkan dan di tawarkan oleh para calon demi meyakinkan petinggi partai tak terkecuali masyarakat pemilih.
Pra pemilihan setiap calon dengan sigap mencoba menggoda rakyat dengan program unggulan yang di tawarkan bak sepak terjangnya di lapangan pada janji kampanye yang dikoarkan. Entah program itu dapat dipastikan terlaksana atau tidak, kita pun pemilih enggan untuk memastikan janji itu. Salah satunya adalah membuat kontrak fakta integritas di atas hukum kepada mereka.
Tak lupa pula, segelontor anggaran dipersiapkan oleh mereka juga pelaksana pemilu demi riuh ramai pemilihan. Hingga tak tanggung-tanggung dana triliunan itu dihamburkan untuk menggaet para hati pemilih. Seakan dia dihanguskan begitu saja demi satu hari “Berjudi Daerah” yang dibungkus dalam bingkai bernama “Pemilihan Kepala Daerah” dan diamini oleh sebagian kita masyarakat Muna.
Selain itu, pemilihan membawa kita para pemilih tak luput dari ajang gontok-gontokkan baik lewat dunia maya (media sosial) atau memungkinkan terjadi di realita masyarakat. Saling menjatuhkan, mengejek, mencaci dengan bahasa yang melanggar adat-istiadat Muna tak jarang untuk dilontarkan. Bahkan jalur hukum pun ditempuh sebagai causalitas dari aktivitas verbal/fisik negatif yang dilakukan sebagai pemilih ataupun pendukung pasangan calon . Liat saja saat deklarasi Pemilu baru-baru ini. Deklarasi yang di gadang DAMAI oleh KPU, tapi berjalan dengan rasa tidak enak di hati bagi para calon tak terkecuali juga pendukung masing-masing.
Sistem pemilu yang “Close Loop” pun membuat calon terpilih tidak tau menau siapa yang memilihnya. Pada sistem ini pun kontrak “Fakta Integritas” tidak pernah terdukung didalamnya. Akibatnya untuk menagih janji kampanye sebelumnya sulit atau bahkan tidak dapat dilakukan. Konsekuensi janji yang tidak terpenuhi, tak satupun menjerat erat pada mereka yang terpilih. Sementara saat itu nasib hidup-mati rakyat sedang dipertaruhkan.
Meski demikian yang terjadi dalam sistem, sebagai rakyat pemilih seharusnya sudah mulai pandai untuk mengikat kontrak terhadap calon bupati yang beradu pra kampanye sedang berlangsung. Semisal jika janji yang dipaparkan tidak terealisasi, maka tidak akan menerima gaji bupati, gaji di gunakan untuk aktivitas sosial atau hal lain yang disesuaikan dengan kondisinya. Tentunya janji itu tidak sekedar ucapan semata, wajib ada hitam di atas putih yang terikat oleh hukum. Hal ini perlu dilakukan agar “Pemilu Bupati kedepan tak hanya menjadi “Tong Kosong Belaka”.
Di sisi lain dengan berbagai deretaan pengalaman, titel, dan pengetahuan yang dimiliki, menjadi pertanyaan apakah dengan modal yang demikian cukup untuk menyelesaikan problem yang ada di masyarakat Muna? Terlebih lagi gagasan tersebut hanya bersifat rutinitas harian semata yang berhenti seirama hujan tak turun. Atau tenggelam seperti terbenamnya mentari sore. Tidak memiliki efek jangka panjang terhadap struktur sosial dan ekonomi masyarakat Kabupaten Muna, tak terkecuali masalah perut yang terus berbunyi sepanjang detiknya.
Kontruksi berpikir ini terjadi karena visi dan misi yang diajukan oleh para calon tersebut dengan segudang pengalaman yang dimiliki, erat kaitannya dengan Plot Anggaran Daerah/APBD dengan segala bentuknya. Tak terkecuali seberapa besar PAD Kabupaten Muna untuk menopang visi dan misi tersebut. Sehingga hal ini bisa menjadi salah satu tolak ukur kecerdasan visi/misi mereka. Bagaimana mereka mampu memberikan jalan keluar terhadap pembangunan daerah ditengah ketidaktersedian anggaran bahkan minusnya plot dana dalam pengelolaannya.
Hal ini dapat dicermati, analisa dan simulasi dari nilai anggaran APBD Muna per Desember 2024 berikut :
A. Pendapatan Daerah :
1. PAD (Pajak Daerah, Retribusi, Hasil Pengelolaan Kekayaan, Lainnya)
: Rp 169,40 M
2. TKDD (Transfer ke Daerah dari APBN)
: Rp 1.156, 26 M
3.Pendapatan Lainnya : 47,34 M
Total Pendapatan Daerah :
Rp 1.373,00 M
B.Pengeluaran Daerah :
1. Belanja Pegawai/Gaji : 634,26 M
2.Belanja Barang & Jasa/Alat Kantor/Pengadaan Kantor : 315, 18 M
3.Belanja Modal/Investasi Daerah: 149, 75 M
4.Belanja Lainnya : 245,59 M
. Belanja Bagi Hasil : 10, 09 M
.Belanja Bantuan Keuangan (Bansos/Dst) : 173, 85 M.
.Belanja Bunga/Bayar Bunga Utang : 12,22 M
. Belanja Hibah : 47,70 M
.Belanja Tidak Terduga : 2,72 M
Total Pengeluaran Daerah :
Rp 1.345, 79 M
Sisa Keuangan Daerah ( Pendapatan – Pengeluaran ) = Rp 27,21M.
Penerimaan Pembiayan Daerah Sebelumnya : = Rp 4,71 M
Total Kas Keuangan Daerah : 31,92 M
Pembiyaan Cicilan Pokok Utang Jatuh Tempo : 31, 92
Sisa Dana : 0
Data APBD Muna di atas merupakan gambaran umum yang masih perlu penjelasan detail seperti :
a. Pembiyaan Cicilan Pokok Utang Jatuh Tempo 31,92 M di luar Jumlah Total Utang Daerah kisaran 200 M atau lebih (Perlu Validasi Data)
b. Rincian kembali soal realiasi anggaran terhadap proyek daerah misalnya jalan, pembangunan jembatan yang dimasukkan dalam kategori belanja daerah jenis yang mana sehingga dapat terlihat apakah Kabupaten Muna dengan realisasi anggaran yang demikian bisa mengalami perkembangan, stagnan atau akan terus masuk dalam kategori daerah terbelakang.
c. Plot Anggaran Pemerintah Pusat ke Daerah untuk Kabupaten Muna lebih dari setengahnya di gunakan untuk Plot DAU berupa belanja pegawai/belanja Barang/Jasa dengan estimasi berikut :
Plot APBN : Rp 1.156,26 M
Belanja Pegawai/Barang/Jasa: 634, 26 M
Sisa dari Plot APBN : 522 M
Jadi dengan sisa Plot APBN 522 M ini maka daerah perlu memeroleh peningkatan PAD yg lebih besar dari PAD yang sudah ada untuk menutupi angka Utang Pemerintah Daerah sekaligus sebagai modal dalam inovasi-inovasi pengembangan daerah kedepannya.
d. Perlu adanya hitungan realisasi yang real dari data hitungan sementara di atas, apakah benar akan menimbulkan surplus atau justru defisit, sehingga hal ini mengakibatkan plot realisasi visi dan misi yang di sampaikan dapat terukur.
Kecilnya porsi APBN yang ditransfer ke daerah ditengarai sebagai efek bola salju dari budget APBN di pemerintah pusat yang juga mengalami Defisit Anggaran. Akibatnya pembagian dana ke daerah tidak cukup proprosional untuk menutupi setiap kebutuhan dan pengembangan pembangunan di daerah. Sehingga hal ini berdampak besar bagi daerah untuk pintar dalam pengelolaan dana APBN tersebut. Salah satunya adalah dengan cara menggenjot peningkatan PAD Daerah yang lebih baik. Pertanyaan menarik kemudian adalah, Mengapa plot APBD yang ditransfer dari Kedefisitan Pemerintah Pusat (APBN) terjadi? Hal ini dapat kita bahas pada narasi-narasi selanjutnya.
Keterpaksaan proyeksi penggunan anggaran yang cerdas dari plot yang tersedia oleh eksekutif di berbagai dinas dan jajarannya secara otomatis mendorong proyeksi visi dan misi yang cerdas berbasis hitungan yang rigit dari Plot Anggaran yang ada. Sehingga menjadi tantangan penting bagi Para Calon Pemimpin daerah di Muna, untuk mampu memberikan sedikit gambaran simulasi porsi hitungan APBD terhadap visi dan misi yang disampaikan. Tak terkecuali para aktivis gerakan mahasiswa juga masyarakat cerdas Kabupaten Muna untuk mengukur kondisi ini secara real sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan apakah visi dan misi itu hanya janji omon atau ide yang absurd terus pergi meninggalkan rakyat Muna yang akan dan telah memilihnya, atau bagaimana? Mari kita jadikan ini sebagai bahan perhitungan dan renungan. Apakah ada yang mau untuk membedah ini? Mari kita tunggu gebrakannya baik itu aktivis mahasiswa Muna, rakyat Muna, terkhusus para Calon Bupati dan Wakil Bupati Muna. Saatnya jadi Rakyat yang Lugas, dan saatnya melihat Aktivis Gerakan Mahasiswa yang Cerdas.