ANOATIMES.COM, KENDARI – Universitas Halu Oleo (UHO) mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara terkait putusan perkara kasus penyerobotan lahan yang diklaim warga bernama Sugiati sebagai tanahnya di Jalan Prof. Dr. Abd Rauf Tarimana, Kelurahan Kambu, Kecamatan Kambu, Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Ramadani selaku kuasa hukum UHO dari Jaksa Pengacara Negara Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara mengatakan pihaknya keberatan dengan putusan Pengadilan Negeri Kendari, pasalnya terdapat hal-hal yang diputuskan tidak sesuai dengan pembuktian.
“Kami keberatan dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kendari terkait Eksepsi Kompetensi Absolut, dalam pertimbangannya Majelis Hakim Pengadilan Kendari menyatakan “gugatan penggugat bukan terkait dengan dengan pembatalan sertifikat hak pakar milik Tergugat melainkan menyatakan surat-surat tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat terhadap objek sengketa sehingga patullah untuk menolak eksepsi dimaksud,” katanya.
Padahal menurutnya secara nyata dalam petitum 6 (enam) gugatannya Penggugat menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kendari “Menyatakan Sertifikat tanah dan akta-akta serta surat surat lainnya yang menyangkut obyek sangketa yang dimiliki Tergugat dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta tidak mengikat.
“Padahal semua surat surat yang dimohonkan Terbanding/Penggugat untuk dinyatakan tidak sah memiliki kwalifikasi sebagai Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi yang dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan Bahwa pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kendari yang demikian telah memanipulasi dan menghilangkan fakta bahwa tuntutan Penggugat dalam petitum gugatannya merupakan kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara,” katanya.
Selain itu juga menurutnya terdapat juga pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kendari terkait eksepsi yang menyatakan bahwa tergugat dalam jawabannya mengajukan gugatan yang tidak jelas dikarenakan tidak samanya batas tanah dahulu dan Sekarang serta kapan dan siapa yang membuat pelebaran jalan.
“Bahwa sesuai dengan fakta pembuktian dipersidangan pembanding memiliki 4 (empat) bidang tanah yaitu Sertifikat Hak Pakai No. 20 Tahun 1993 seluas 2.297.578 M2 (Bukti T-3 dan T-4), Sertifikat Hak Pakai No. 21 Tahun 1993 seluas 58 300 M2 (Bukti T-5), Sertifikat Hak Pakai No. 22 Tahun 1993 seluas 90.478 M2 (Bukti T-8) dan Sertifikat Hak Pakai No. 23 Tahun 1993 seluas 101.222 M2 (Bukti T-7),” katanya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum, Herman mengatakan pihaknya telah mengantongi sertifikat tanah sejak tahun 1981. Tanah tersebut juga telah dikuasai dengan melakukan pemagaran di sekeliling tanah tersebut.
“Tiba-tiba ada orang yang menyatakan bahwa itu miliknya dengan alas hak yang dimilikinya itu berdasarkan surat keterangan tanah tahun 1979. SKT itu dipertimbangkan sebagai kepemilikan kalau dia kuasai selama 20 tahun berturut-turut namun faktanya penggugat tidak pernah menguasai tanah tersebut karna dipagari sejak dulu,” ungkapnya.
Dia menambahkan anehnya SKT yang diajukan di pengadilan hanya selembar foto copy yang pada saat dimintai aslinya dikatakan telah hilang. SKT tersebut juga ditandatangani oleh Kepala desa kambu saat itu yang bernama Konggoasa. Namun pada tahun 1982 saat pembebasan tanah, Konggoasa juga masuk dalam tim pembebasan tanah dan juga menandatangani di atas tanah tersebut tidak terdapat nama penggugat.
“Jadi orang yang sama yang mendatangi tidak terdapat nama penggugat. Harusnya dalam hukum administrasi, surat yang terbaru itu bisa mengesampingkan surat yang lama atau dengan kata lain dianggap bahwa apa yang menjadi keterangan dari skt itu tidak berlaku lagi,” katanya.
Reporter: Aziin