Kejaksaan Diminta Periksa Bupati Kolaka Utara dan Direksi Bank Sultra Terkait Proyek Pembangunan Bandara

  • Whatsapp
Kejaksaan Diminta Periksa Bupati Kolaka Utara dan Direksi Bank Sultra Terkait Proyek Pembangunan Bandara

ANOATIMES. COM, KENDARI – Gerakan Anti Korupsi Sulawesi Tenggara (Gertak Sultra) secara resmi melaporkan dugaan keterlibatan Bupati Kolaka Utara dalam tindak pidana korupsi proyek pembangunan Bandar Udara Kolaka Utara.


‎Laporan dengan nomor 001/LP/GRK/22/09/2025 telah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara.

‎Ketua Gertak Sultra, Farid Fagi Maladi, S.AP, menegaskan bahwa laporan ini disusun untuk menuntut akuntabilitas pejabat publik dan mendorong penegakan hukum yang transparan.

‎”Proyek Pematangan Lahan Bandar Udara Kolaka Utara (pembangunan talud dan penimbunan) digagas sejak 2018–2019 sebagai program strategis untuk membuka akses transportasi udara dan memperkuat perekonomian daerah”, jelasnya.

‎Pembiayaan berasal dari pinjaman daerah sekitar Rp97,47 miliar yang dituangkan dalam Akta Perjanjian Kredit Nomor 221 tanggal 16 Oktober 2020 antara Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara.

Kejaksaan Diminta Periksa Bupati Kolaka Utara dan Direksi Bank Sultra Terkait Proyek Pembangunan Bandara

‎”Dari total itu, satu paket besar senilai Rp41,15 miliar dialokasikan untuk pematangan lahan bandara dan dikerjakan oleh PT Monodon Pilar Nusantara pada Mei 2020″, ungkapnya pada Senin (22/9/2025.

‎Menurut Farid, hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru menghitung kerugian secara parsial sebesar Rp9,87 miliar.

‎Namun fakta di lapangan menunjukkan potensi kerugian total loss setara nilai kontrak Rp41,15 miliar, karena pekerjaan di Duga dilakukan tanpa dokumen perencanaan yang sah, tanpa izin lingkungan (Amdal) final, izin reklamasi penimbunan laut dan menghasilkan fisik proyek yang tidak dapat dimanfaatkan.

‎”Talud dilaporkan rusak, pemadatan tanah tidak memenuhi standar teknis, dan lahan tidak layak untuk tahap pembangunan bandara berikutnya”, terangnya.

‎Dugaan Manipulasi dan Penyimpangan Anggaran

‎Gertak Sultra menyoroti dugaan manipulasi dokumen pinjaman kredit. Terdapat perbedaan angka antara Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD Nomor 33 Tahun 2020 dan nilai yang tercantum dalam akta kredit.

‎”Sebagai contoh, pagu pembangunan Jembatan Latawaro di APBD hanya Rp694,66 juta, tetapi dalam akta kredit naik menjadi Rp714 juta. Perbedaan ini memunculkan dugaan rekayasa dokumen untuk memperbesar pinjaman”, tuturnya.

‎Selain itu, lanjut dia, ditemukan sembilan paket pekerjaan yang tidak tercantum dalam Akta Perjanjian Kredit Nomor 221, tetapi tetap dicairkan oleh BPD Sulawesi Tenggara pada 22 Desember 2020.

‎Proses ini, sambung dia, berlangsung sebelum terbitnya Akta Perubahan Nomor 101 tanggal 3 November 2021 yang seharusnya menjadi dasar perubahan.

‎”Gertak Sultra menduga terjadi kesepakatan tidak sah antara Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara dan pihak bank untuk mencairkan dana di luar ketentuan, melanggar ketentuan Kementerian Dalam Negeri”, ucapnya.

‎Farid menilai praktik tersebut memperlihatkan pola penggunaan anggaran yang tidak prosedural dan berisiko tinggi.

‎”Pinjaman daerah yang seharusnya diawasi ketat justru dipakai untuk kegiatan yang tidak sesuai peruntukan, di duga tanpa persetujuan DPRD dan Mendagri. Kondisi ini berpotensi menjadikan seluruh dana pinjaman dan bunga sebagai kerugian negara”, tegasnya.

‎Desakan Tindakan Hukum

‎Farid Fagi Maladi menegaskan bahwa semua temuan di atas merupakan dugaan kuat pelanggaran hukum yang melibatkan pejabat eksekutif dan lembaga keuangan daerah.

‎“Kami meminta Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara memanggil dan memeriksa Bupati Kolaka Utara, pihak Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara, serta seluruh pejabat dan pihak terkait yang terlibat dalam perencanaan, pencairan, dan pelaksanaan proyek”, ucapnya.

‎Gertak Sultra juga mendesak audit investigatif ulang oleh BPK atau BPKP dengan metode total loss untuk menilai seluruh pembayaran termasuk biaya pemulihan dan beban pinjaman.

‎Farid menambahkan bahwa penyidikan harus diperluas kepada DPRD Kolaka Utara, tim anggaran, pejabat keuangan daerah, kelompok kerja pengadaan, dan pihak-pihak lain yang terkait kebijakan.

‎Ia juga menekankan pentingnya penegakan hukum lingkungan, karena pembangunan tanpa Amdal final melanggar aturan dan berpotensi menimbulkan kerusakan ekologis.

Laporan : Wi

Pos terkait