STRATEGI KEBIJAKAN DAYA SAING INFRASTRUKTUR DAN KONEKTIVITAS MARITIM YANG BERKELANJUTAN

  • Whatsapp
STRATEGI KEBIJAKAN DAYA SAING INFRASTRUKTUR DAN KONEKTIVITAS MARITIM YANG BERKELANJUTAN

Oleh : Muh. Manshur Taufiq

PENDAHULUAN

Bacaan Lainnya

Latar belakang
Poros Maritim Dunian (PMD) atau Global Maritime Nexus (GMN), atau Global Maritime Axis (GMA), pertama kali disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada forum Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur (East Asia Summit) di Naypyidaw Myanmar, Kamis, 13 November 2014, Presiden Joko Widodo mengemukakan bahwa pengembangan sektor kelautan menjadi fokus Indonesia pada abad ke-21 dan menekankan pada 5 (lima) pilar utama dalam Poros Maritim Dunia (PMD), yaitu : (1) Budaya maritim; (2) Ekonomi maritim; (3) Konektivitas maritim; (4) Diplomasi maritim; dan (5). Keamanan maritime. Sebelumnya, Jepang dan India telah lebih dulu mencanangkan konsep Confluence of the Two Seas pada tahun 2007, disusul Amerika Serikat dengan Rebalancing toward Asia pada tahun 2011, dan Tiongkok dengan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 di tahun 2013 (Yanyan M. Yani dan Ian Montratama, 2015).
Untuk itu Indonesia membutuhkan terobosan baru guna memanfaatkan potensi wilayahnya. Terobosan berupa pengembangan konsep Tol Laut melalui elaborasi perencanaan trayek angkutan laut, subsidi angkutan laut, revitalisasi pelayaran rakyat, dan pengembangan industri berbasis komoditi wilayah, menjadi hal yang penting untuk direalisasikan.
Keseluruhan subsektor dalam sistem konektivitas maritim memiliki relasi dan ketergantungan satu sama lain, sehingga dibutuhkan tindak lanjut dan kebijakan yang bersifat holistik, tidak bisa parsial (Boy Anugrah, 2023).

Pengembangan konektivitas maritim melalui pembangunan tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim merupakan kebijakan yang menyentuh langsung permasalahan transportasi dan perdagangan negara kepulauan, seperti Indonesia. Pelabuhan laut sebagai salah satu komponen dalam pembangunan tol laut tidak diragukan lagi, dimana manfaat ekonomi yang bisa dipetik dari pelabuhan laut, khususnya pelabuhan internasional, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : (1) Efisiensi dan produktivitas. Hal ini tidak saja berkaitan dengan efisiensi teknis, tetapi juga energi, finansial, ruang, tenaga kerja, administratif, dan faktor-faktor lainnya; (2) Lingkungan. Pelabuhan laut di bangun di wiayah yang sangat rentan terhadap perubahan ekologis. Semakin meningkatnya permintaan terhadap jasa pelabuhan, semakin meningkat pula kemungkinan risiko pencemaran yang ditimbulkannya; (3) Sosial dan Kelembagaan. Perubahan sosial dan kelembagaan yang mendukung ke arah perubahan yang baik tidak diragukan memengaruhi performa ekonomi pelabuhan dan memberikan dampak pengganda terhadap ekonomi kelautan secara menyeluruh. Namun, jika yang terjadi sebaliknya, maka biaya sosial yang ditanggung sangat besar; dan (4) Faktor pertumbuhan atau permintaan terhadap jasa pelabuhan. Peningkatan terhadap permintaan fungsi pelabuhan hanya bisa dilakukan melalui iklim ekonomi mikro dan makro yang sehat. Instrumen ekonomi dan iklim investasi harus dibarengi dengan stabilitas politik dan keamanan (Lukman Adam, 2015).

Permasalahan
Sistem konektivitas menyangkut penguatan infrastruktur maritim terintegrasi. Sistem ini tidak terlepas dari jaringan transportasi laut sebagai tulang punggung logistik maritim, Sistim konektivitas maritim dilakukan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri dan menekan biaya distribusi barang dari daerah penghasil ke daerah pengguna (A. Prasetyantoko, 2010). Kinerja logistik suatu negara pada umumnya diukur melalui  Indeks Kinerja Logistik (Logistic Performance Indeks/LPI). Dalam LPI 2023, Indonesia memiliki skor total 3,0 atau berada di peringkat 61.  Nilai tersebut sedikit menurun dibandingkan LPI 2018 (skor 3,15 atau peringkat 46), namun masih lebih baik jika dibandingkan LPI 2016 (skor 2,98 atau peringkat 63). Jika dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan menengah atas (upper-middle income country) yang hanya berada di kisaran 2,54, Indonesia masih tergolong di atas rata-rata. Namun jika dibandingkan dengan negara mitra yang memiliki pertumbuhan tergolong tinggi di Asia seperti China (skor 3,7 atau peringkat 19) dan India (skor 3,4 atau peringkat 47), serta negara-negara ASEAN seperti Singapura (skor 4,14 atau peringkat 1), Malaysia (skor 3,43 atau peringkat 32), dan Thailand (skor 3,26 atau peringkat 45), maka Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar di sisi kinerja logistik (https://anggaran.kemenkeu.go.id/in/post/indeks-kinerja-logistik-indonesia-2023). Selain LPI indicators, daya saing juga dilihat Enabling Trade Index (ETI). ETI merupakan indeks yang lebih dilihat dari perspektif bisnis, karena adanya akses pasar, lingkungan bisnis, dan admistrasi. Pada tahun 2016, Indonesia menempati urutan 70 dari 136 negara di dunia dengan skor 4,30. Skor ini meningkat dari tahun 2014 dimana Indonesia menempati urutan 74 dari 136 negara di dunia (https://www3.weforum.org). Namun jika dibandingkan dengan negara mitra yang memiliki skor yang tergolong tinggi di Asia, tahun 2016, seperti Singapura (5,97), Hongkong (5,56), Jepang (5,28), Taiwan (4,92), Malaysia (4,90) dan Thailand (4,45), Indonesia masih membutuhkan effort yang lebih dalam rangka meningkatkan daya saingnya.
Dalam penulisan ini, penulis ingin mengangkat permasalahan bagaimana strategi kebijakan daya saing infrastruktur dan konektivitas maritim yang berkelanjutan dengan melakukan analisis sederhana menggunakan SWOT analysis.

Tujuan
SWOT analysis digunalan sebagai tool dengan tujuan untuk mengetahui strategi mana yang tepat dilakukan dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki secara internal, serta peluang dan ancaman yang dihadapi secara eksternal. Selain itu, penulisan ini juga sebagai prasyarat mengikuti mata kuliah Wawasan Kemaritiman Program Studi S3 Ilmu Perikanan Program Pascasarjana UHO.

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Komitment
Pilar ketiga adalah konektivitas maritim, yaitu komitmen untuk mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim.
Komitmen adalah perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu atau kontrak (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/komitmen). Komitmen merupakan suatu sikap atau keyakinan yang mencerminkan kekuatan relatif, keberpihakan dan keterlibatan individu (Lubis dan Jaya, 2019). Menurut Glickman (2007) komitmen adalah suatu sikap yang mencerminkan seseorang mau berbuat dalam upaya tercapainya tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien. Seseorang dianggap berkomitmen apabila individu tersebut bersedia mengorbankan waktu dan tenaga untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Secara esensi, komitmen adalah ikrar suci yang antara haram dan halal, dan barangsiapa yang melanggarnya akan berdosa (La Rianda, 2024).
Konsep Infrastruktur dan Konektivitas
Sistem konektivitas maritim menjadi bagian yang integral dan komprehensif dari pembangunan poros maritim sebagai konstruksi penggerak sistem dinamika maritim yang kokoh.
Kinerja logistik suatu negara pada umumnya diukur melalui  Indeks Kinerja Logistik (Logistic Performance Indeks/LPI). LPI  merupakan sebuah instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dan keberlanjutan sistem logistik suatu negara atau wilayah. Metode tersebut dipublikasikan oleh World Bank. membantu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sistem logistik serta mendorong perbaikan dan peningkatan efisiensi.
Enabling Trade Index (ETI). ETI merupakan indeks yang lebih dilihat dari perspektif bisnis, karena adanya akses pasar (market access), administrasi (border administration), infrastruktur (infrastructure) dan lingkungan (operating environment). Akses pasar mengukur seberapa besar dan kompleksitas kebijakan tarif diterapkan di suatu negara. Ada 2 (dua) pilar dalam akses pasar meliputi : (1) Akses pasar domestic (domestic market access); (2) Akses pasar luar negeri (foreign market access). Administrasi hanya ada 1 (satu) pilar yaitu mengukur tingkat efisiensi dan transparansi dari ijin masuk antar negara. Infrastruktur menilai ketersediaan dan kualitas infrastruktur transportasi. Ada 3 (tiga) pilar infrastruktur yaitu : (1) ketersediaan dan kulitas infrastruktur transportasi (availability and quality of transport infrastructure); (2) ketersediaan dan kualitas jasa transportasi (availability and quality of transport services); (3) ketersediaan dan pengaturan layanan informasi dan teknologi (availability an use of ICTs). Lingkungan hanya ada 1 (satu) pilar yaitu kualitas pengendalian lingkungan suatu negara. Ketujuh pilar tersebut merupakan framework dari World Bank melalui laporannya secara berkala denga napa yang disebut Global Enabling Trade Report (GETR) yang dipublikasikan sejak tahun 2008.
Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Sustainable Development Goals (SDGs) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah sebuah program pembangunan yang telah ditentukan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai agenda dunia pembangunan hingga tahun 2030 untuk kemaslahatan manusia dan planet bumi. Indonesia merupakan salah satu anggota PBB yang mengimplementasikan SDGs. SDGs terdiri dari 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur yang telah ditentukan oleh PBB (https://outsco.ipb.ac.id). SDGs dapat menjawab dua hal, setidaknya, berdasarkan prinsip “leave no one behind” (tidak tinggalkan satu pun): a. Keadilan Prosedural berarti semua pihak, terutama mereka yang tertinggal, dapat terlibat dalam proses pembangunan secara keseluruhan. b. Keadilan Subtansial: seberapa baik program pembangunan dan kebijakan dapat menangani masalah masyarakat, terutama kelompok tertinggal.
METODOLOGI
Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis deskriptif metode studi literatur. Tujuannya adalah untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT) dalam komitmen membangun infrastruktur dan konektivitas secara berkelanjutan dengan tujuan mengembangkan PMD.

PEMBAHASAN
Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal
LPI Indonesia tahun 2023 dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1: LPI Indonesia Tahun 2023

STRATEGI KEBIJAKAN DAYA SAING INFRASTRUKTUR DAN KONEKTIVITAS MARITIM YANG BERKELANJUTAN

Sumber : World Bank dari https://anggaran.kemenkeu.ac.id (2023)
ETI Indonesia Tahun 2016 dan Tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1: Performance ETI Indonesia Perbandingan Tahun 2016 dan Tahun 2014

STRATEGI KEBIJAKAN DAYA SAING INFRASTRUKTUR DAN KONEKTIVITAS MARITIM YANG BERKELANJUTAN

Sumber : https://www3.weforum.org (2017)

Dari kedua indicator daya saing tersebut diatas menunjukkan posisi Indonesia masih membutuhkan kekuatan baru sebagai pengungkit agar reposisi Indonesia berada pada axis daya saing yang signifikan dalam memainkan peran strategis Kawasan, baik secara kedalam maupun secara keluar.
Penentuan besarnya pengaruh dari faktor internal dan eksternal yang bersumber dari berbagai pustaka, meliputi buku, jurnal, opini dan monolog terhadap topik permasalahan dalam penulisan ini dilakukan dengan menggunakan TAM yaitu analisis SWOT yang menganalisis topik terhadap aspek kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kebijakan pembangunan konektivitas maritim yang berkelanjutan adalah sebagai berikut :
Analisis kekuatan adalah :
1. Iklim reformasi birokrasi.
2. Political will Pemerintah tentang konektivitas dan infrastruktur maritim.
3. Geostrategi Indonesia sebagai negara maritim.
Analisis kelemahan adalah :
1. Lemahnya penegakan hukum.
2. Rendahnya koordinasi pengelolaan konektivitas dan infrastruktur maritim.
3. Rendahnya kualitas SDM.
Analisis peluang adalah :
1. Visi Poros Maritim Dunia.
2. Reformasi Birokrasi sektor maritim.
3. Political will pemerintah tentang pembangunan berkelanjutan.
Analisis ancaman adalah :
1. Terjadinya konflik perairan.
2. Otonomi daerah tentang konektivitas dan infrastruktur antar wilayah.
3. Rendahnya daya saing pembangunan maritime Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh empat faktor yang terpilih sebagai FKK (Faktor Kunci Keberhasilan) dengan TNB (Total Nilai Bobot) terbesar yaitu
1. Faktor kekuatan dengan nilai TNB sebesar 1,42 adalah Geostrategi Indonesia sebagai negara maritim;
2. Faktor kelemahan dengan nilai TNB sebesar 2,55 adalah Lemahnya penegakan hukum;
3. Faktor peluang dengan nilai TNB sebesar 1,78 adalah Political will Pemerintah tentang pembangunan berkelanjutan;
4. Faktor ancaman dengan nilai TNB sebesar 2,33 adalah Terjadinya konflik perairan.
Diperoleh peta kartesius dari topik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2, dibawah ini.
Gambar 2 : Mapping SWOT

STRATEGI KEBIJAKAN DAYA SAING INFRASTRUKTUR DAN KONEKTIVITAS MARITIM YANG BERKELANJUTAN

Sumber : Diolah, 2023.
Berdasarkan Gambar tersebut maka pilihan strategi yang diambil adalah dengan strategi WO atau kluster stabilitas/rasionalisasi yaitu meningkatkan koordinasi pengelolaan infrastruktur dan konektivitas maritim dalam pengejawantahan visi Poros Maritim Dunia.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis tersebut, kebijakan pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim yang berkelanjutan adalah dengan strategi meningkatkan koordinasi pengelolaan infrastruktur dan konektivitas maritim dalam pengejawantahan visi Poros Maritim Dunia secara konsekuen. Strategi tersebut dapat berhasil jika dilakukan atas dasar komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan, baik antar maupun inter sektor secara konsekuen dan bertanggung jawab secara berkelanjutan.
SARAN
Salah satu model pendekatan yang sesuai untuk dilakukan adalah dengan model koordinasi pentahelix. Model pentahelix pada dasarnya adalah model pembangunan dengan membangun jaringan kolaborasi peran multiaktor, di antaranya: akademisi, sektor bisnis, komunitas, pemerintah, dan media. Kolaborasi tersebut dimulai sejak tahapan perencanaan sampai dengan evaluasi program dan strategi. Pendekatan ini diharapkan bisa merumuskan kebijakan pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim yang berkelanjutan melalui strategi meningkatkan kolaborasi yang didasarkan pada komitmen yang tinggi dalam pengelolaan infrastruktur dan konektivitas maritim sebagai pengejawantahan visi Poros Maritim Dunia secara konsekuen.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *