ANOATIMES.COM, JAKARTA– Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) resmi meluncurkan Indonesia Nickel Price Index (INPI) pada Senin (6/1/2025).
Indeks ini menjadi acuan harga domestik untuk produk bijih nikel dengan kadar 1,2% dan 1,6%, yang dihitung berdasarkan metode cost, insurance, and freight (CIF).
Sementara itu, produk olahan seperti nickel pig iron (NPI) dan mixed hydroxide precipitate (MHP) menggunakan basis free on board (FOB).
Stabilitas Harga Bijih Nikel
Harga bijih nikel kadar 1,2% tetap stabil di kisaran US$20–24 per ton, dengan harga tengah US$22 per ton.
Sementara itu, kadar 1,6% bertahan di kisaran US$43–45 per ton, menunjukkan peningkatan signifikan dari Desember 2023, yang berada di kisaran US$35,2–38,2.
“Stabilitas harga ini mencerminkan keseimbangan antara permintaan dan pasokan di pasar domestik,” ujar perwakilan APNI.
Penurunan Harga Produk Nikel Olahan
Sebaliknya, harga produk olahan seperti NPI, high-grade nickel matte, dan MHP mengalami penurunan.
NPI: Harga turun tipis sebesar US$0,4 per ton, menjadi US$111,7 per ton dari pekan sebelumnya US$112,1 per ton.
High-Grade Nickel Matte: Mengalami penurunan US$59 per ton, dari US$12.476 menjadi US$12.373 per ton.
MHP: Harga turun sebesar US$45 per ton, kini berada di angka US$11.843 per ton.
Fluktuasi ini diduga akibat perubahan permintaan global dan biaya produksi, meskipun harga produk masih berada dalam kisaran kompetitif.
Harapan untuk Industri Nikel Indonesia
APNI berharap peluncuran INPI dapat meningkatkan transparansi dan mendukung stabilitas harga di pasar domestik.
“Indeks ini diharapkan menjadi panduan yang andal bagi produsen, eksportir, dan konsumen, sehingga memperkuat ekosistem nikel Indonesia,” kata seorang perwakilan APNI.
Peluncuran INPI mencerminkan komitmen APNI untuk mendukung daya saing industri nikel nasional di tengah tantangan global, sekaligus mendorong keberlanjutan sektor ini sebagai salah satu pilar ekonomi Indonesia.