ANOATIMES.COM, KOLAKA- Dittipidter Bareskrim Polri mengungkap kasus penyelewengan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Praktik ilegal ini diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp105 miliar selama dua tahun terakhir.
Pengungkapan ini disampaikan dalam konferensi pers pada Senin, 3 Maret 2025.
Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjenpol Nunung, menjelaskan bahwa tim penyidik menemukan sebuah gudang penampungan BBM subsidi ilegal di Lorong Teppoe, Kelurahan Balandete, Kecamatan Kolaka.
“Kami menemukan sejumlah barang bukti, di antaranya tiga truk tangki, sejumlah tandon, serta solar subsidi yang telah disalahgunakan. Selain itu, kami juga menemukan alat-alat yang digunakan untuk memindahkan dan menjual BBM subsidi secara ilegal,” ujar Nunung.
Modus operandi yang dijalankan melibatkan pemindahan solar subsidi dari truk tangki pengangkut ke gudang penimbunan tanpa izin.
BBM subsidi tersebut kemudian dialihkan ke tangki industri untuk dijual dengan harga non-subsidi.
“Kami juga menemukan adanya pengelabuhan GPS pada truk pengangkut, sehingga keberadaannya bisa dimanipulasi,” katanya.
Total BBM subsidi yang berhasil disita dari lokasi penimbunan mencapai 10.957 liter.
Menurut Brigjen Nunung, penyidik telah memeriksa 15 saksi dan mengidentifikasi sejumlah pihak yang diduga terlibat.
Mereka antara lain BK, pengelola gudang penimbunan; A, pemilik SPBU-Nelayan di Kecamatan Poleang Tenggara, Kabupaten Bombana; serta T, penyedia armada truk pengangkut BBM.
Selain itu, ada dugaan keterlibatan oknum pegawai PT PPN dan oknum pegawai PT Pertamina yang diduga membantu proses penebusan BBM subsidi di PT Pertamina.
Brigjen Nunung menegaskan bahwa praktik ilegal ini telah berlangsung cukup lama dan berdampak besar terhadap perekonomian daerah.
“Kami berkomitmen untuk mengembangkan penyidikan ini guna mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat dalam penyelewengan BBM bersubsidi,” ujarnya.
Penyalahgunaan distribusi BBM subsidi ini dijerat dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Ancaman hukuman bagi para pelaku adalah pidana penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp 60 miliar.